Sapi Perah Kekuasaan: BUMN, Hancurnya Amanat Pasal 33 UUD 1945, dan Peringatan Rasulullah

BUMN: Dari Pelayan Publik Menjadi Alat Kekuasaan

BUMN: Dari Pelayan Publik Menjadi Alat Kekuasaan

Sapi Perah Kekuasaan dan Hancurnya Amanat Konstitusi

Tajam Wicara oleh: Tunggal Wibowo, S.H.

Negara Jadi Makelar, Bukan Pengelola

Pasal 33 UUD 1945 sejatinya lahir untuk memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tapi kini, apa yang terjadi? Negara lebih mirip seperti makelar yang menjajakan sumber daya bangsa ke pasar bebas, sementara rakyat hanya jadi penonton—kadang korban.

Sabda Nabi: Milik Bersama, Bukan Milik Elite

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.”
(HR. Abu Dawud No. 3477, Ahmad No. 25645, Ibnu Majah No. 2472, dinilai hasan oleh al-Albani)

Hadis ini menjadi prinsip penting dalam fiqih muamalah: bahwa sumber daya vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak boleh dimonopoli oleh individu maupun korporasi. Dalam konteks modern, “air, padang rumput, dan api” bisa diartikan sebagai air bersih, lahan produktif, dan energi—semuanya menjadi pilar dasar kehidupan rakyat.

BUMN: Dari Harapan Jadi Kekecewaan

Ambil contoh: Pertamina Patra Niaga. Di awal 2025, Kejaksaan Agung mengungkap praktik pengoplosan BBM bersubsidi untuk dijual sebagai BBM nonsubsidi. Rakyat dirugikan, negara rugi Rp193,7 triliun, dan kepercayaan publik hancur lebur.

Ini bukan sekadar soal uang—ini pengkhianatan terhadap mandat konstitusi dan nurani.

Lingkungan Rusak, Rakyat Tersingkir

Perusahaan negara di sektor tambang dan energi tak jarang menjadi aktor utama kerusakan lingkungan. Tengok saja Sulawesi Tenggara, di mana aktivitas tambang nikel menyebabkan air laut berubah warna, ekosistem pesisir rusak, dan nelayan kehilangan mata pencaharian. Di Kalimantan Timur, bekas tambang batu bara milik BUMN tak direklamasi, meninggalkan lubang maut yang sudah menelan korban jiwa anak-anak.

Bukannya memberi manfaat, kehadiran BUMN justru membawa luka ekologis yang dalam. Masyarakat adat diusir dari tanah leluhur, petani kehilangan lahan garapan, dan warga sekitar hidup dalam bayang-bayang penyakit akibat limbah tambang dan polusi udara.

PSN: Proyek Strategis atau Perampasan Sistematis?

Banyak proyek strategis nasional justru mengkapling ruang hidup rakyat. Pesisir jadi kawasan industri, lahan pertanian digusur demi tol atau bandara. Negara seperti lupa, bahwa tanah ini bukan hanya untuk investasi, tapi untuk hidup.

Sabda Nabi (Lagi): Dosa Menimbun, Apalagi Memainkan Harga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa menimbun makanan (kebutuhan dasar) agar harga naik untuk kaum Muslimin, maka ia berdosa.”
(HR. Muslim No. 1605, Abu Dawud No. 2990, Ahmad No. 13691)

Hadis ini ditujukan untuk melindungi masyarakat dari ulah para penimbun yang sengaja menciptakan kelangkaan demi keuntungan. Kalau menimbun sembako saja sudah dianggap dosa besar, bagaimana dengan memanipulasi distribusi BBM, memainkan harga energi, atau mencampur bahan bakar demi laba? Itu bukan hanya dosa sosial—itu kejahatan struktural.

Penutup: Saatnya Hukum Berdiri Tegak

BUMN seharusnya menjadi pelayan publik, bukan sapi perah kekuasaan. Tapi ketika negara diam, dan hukum tak bertaring, maka suara rakyat harus lantang. Konstitusi bukan pajangan. Dan suara hati nurani tak boleh dikalahkan suara elite.

Tajam Wicara, bukan hanya bicara tajam. Tapi bicara jujur, bicara benar, dan bicara lantang untuk kebenaran.

Tunggal Wibowo, S.H.
Tajam Wicara

Komentar