BUMN: Dari Pelayan Publik Menjadi Alat Kekuasaan
Negara sebagai Makelar, Bukan Pengelola
Pasal 33 UUD 1945 adalah amanat suci untuk memastikan kekayaan alam Indonesia digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Namun, kini negara lebih mirip makelar yang menjajakan sumber daya bangsa ke pasar bebas. Rakyat hanya menjadi penonton, bahkan kadang-kadang korban, sementara kekayaan kita berpindah tangan demi kepentingan segelintir elite.
Milik Bersama, Bukan Milik Elite
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud)
Prinsip ini mengingatkan kita bahwa sumber daya vital tidak boleh dimonopoli individu atau korporasi. Dalam konteks modern, “air, padang rumput, dan api” bisa dimaknai sebagai air bersih, lahan produktif, dan energi - pilar dasar kehidupan rakyat. Sayangnya, amanat ini diabaikan.
Pengkhianatan melalui Korupsi dan Lingkungan
Contoh nyata adalah praktik korupsi di Pertamina Patra Niaga. Awal 2025, Kejaksaan Agung mengungkap praktik pengoplosan BBM bersubsidi untuk dijual sebagai nonsubsidi. Akibatnya, negara rugi Rp193,7 triliun, dan yang paling hancur adalah kepercayaan publik. Ini bukan sekadar soal uang, ini adalah pengkhianatan terhadap amanat konstitusi dan nurani. Tidak hanya korupsi, BUMN di sektor tambang dan energi juga menjadi aktor utama kerusakan ekologis:
- Di Sulawesi Tenggara, aktivitas tambang nikel mengubah warna air laut dan merusak ekosistem pesisir, membuat nelayan kehilangan mata pencaharian.
- Di Kalimantan Timur, bekas tambang batu bara dibiarkan terbengkalai, meninggalkan lubang maut yang telah menelan korban jiwa anak-anak.
Rakyat diusir dari tanah leluhur, petani kehilangan lahan, dan warga hidup dalam bayang-bayang penyakit akibat limbah dan polusi. Kehadiran BUMN yang seharusnya memberi manfaat justru meninggalkan luka mendalam.
Proyek Strategis Nasional itu Investasi atau Perampasan?
Banyak Proyek Strategis Nasional (PSN) justru mengkapling ruang hidup rakyat. Pesisir disulap menjadi kawasan industri, lahan pertanian digusur demi tol atau bandara. Tanah bukan hanya aset investasi; ia adalah tempat hidup, identitas, dan sumber penghidupan rakyat.
Dosa Struktural yang Terorganisasi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa menimbun makanan (kebutuhan dasar) agar harga naik untuk kaum Muslimin, maka ia berdosa.” (HR. Muslim).
Jika menimbun sembako saja sudah termasuk dosa besar, bagaimana dengan memanipulasi distribusi BBM, memainkan harga energi, atau bahkan mencampur bahan bakar demi laba? Tindakan ini bukan sekadar dosa sosial, melainkan kejahatan struktural yang mengorbankan hajat hidup orang banyak secara sistematis.
Saatnya Hukum Berdiri Tegak
BUMN seharusnya menjadi pelayan publik, bukan sapi perah kekuasaan. Ketika negara diam dan hukum tak bertaring, suara rakyat harus lantang. Konstitusi bukan pajangan, dan nurani tak boleh kalah oleh kepentingan elite.
Mari rakyat dan hukum berdiri bersama: BUMN harus melayani, bukan memeras.
Tajam wicara berani bersuara, menyalakan akal ( wawasan hukum )
Posting Komentar untuk "BUMN: Dari Pelayan Publik Menjadi Alat Kekuasaan"